Seminarium
Marianum Keuskupan Malang merupakan wadah pendidikan calon imam tingkat
menengah di Keuskupan Malang. Ada beberapa tahap sejarah pertumbuhan dan
perkembangan Seminarium Marianum ini, yakni:
Tahap I :
Didirikan pada tanggal 8 Oktober 1948 oleh Mgr. Albers, O.Carm
dengan 8 siswa. Tempat tinggal di rumah sewaan Jalan Sugiopranoto No. 6 Malang
(sebelah gedung KSB Kayutangan Malang). Rektor pertama adalah Rm. Patricius
Ammerlan. O.Carm.
Tahap II
Jumlah siswa terus bertambah. Karena itu Seminari ini pindah ke
Jalan Argopuro No. 14 Lawang (sekarang rumah retret Shanti Lawang), pada
tanggal 14 Juli 1951. Tempat baru ini, walaupun telah ditambah dengan bangunan
baru untuk para Romo pengajar, kenyataannya masih kurang sesuai, kurang luas
dan kurang memenuhi syarat. Usaha terus dilancarkan, agar Seminari Menengah ini
sungguh memenuhi harapan. Uluran tangan dari Propaganda Fide berupa bantuan uang akhirnya disalurkan untuk
mewujudkan sebuah bangunan baru. Tercatat dalam sejarah Keuskupan Malang,
tanggal 21 Oktober 1960 Gedung Seminarium Marianum yang luas dan indah mulai
berdiri di jalan Sumberwuni dengan halaman yang luas pula. Mgr. A.E.J. Albers,
O.Carm berkenan memberkatinya pada tanggal 24 Mei 1961.
Tahap III
Ternyata masih ada kesulitan yang tidak mudah diatasi, yakni
terbatasnya tenaga pendidik yang dapat mengajar di jalan Sumberwuni Lawang.
Untuk mengatasinya Seminari ini harus pindah lagi ke Malang. Pada bulan
Desember 1972, para seminaris harus tinggal sementara selama 2 tahun di SPG
Frateran Celaket Malang. Gedung Seminari di Jalan Sumberwuni terpaksa
ditinggalkan.
Pada bulan Desember 1972 Seminarium Marianum menempati asrama di
Jalan Talang 3 Malang. Alasan perpindahan ini ialah munculnya pandangan-pandangan
baru mengenai pendidikan calon imam dan tersedianya tenaga pendidikan di SMUK
St. Albertus yang dapat membantu mengajar para seminaris. Atas dasar alasan itulah,
maka mulai tanggal 1 Januari 1973, Gedung di jalan Talang 3 Malang dipinjamkan
oleh Ordo Karmel kepada Keuskupan Malang untuk pembinaan calon imam.
Di Jalan Talang 3 Malang inilah para seminaris dididik, dibina dan
diasuh untuk menjadi calon imam yang tangguh dan siap menjadi gembala umat.
Para seminaris mendapat pendidikan di SMUK St. Albertus Malang (Dempo), dan
belajar bergaul secara sehat dan wajar dengan siswa-siswi lainnya.
Selama berada di jalan Talang no. 3 Malang ini, Seminarium
Marianum sempat dipimpin oleh Rm. Cyprianus Verbeek, O.Carm (1973-1976), Rm.
J.C. Djanardono Poespowardoyo, O.Carm (1976-1979), Rm. E. Siswanto, O.Carm
(1979-1990), Rm. Paschalis Tumarno, (1990-2000). Rm. Alberto A. Djono Moi,
O.Carm (2000-2006), Rm. B. Winuryanto Pr – Sekarang .
Tahap IV :
Tanggal 1 November 2000 Staf Pembina Seminarium Marianum (Rm.
Alberto A. Djono Moi, O.Carm selaku rector, Rm. A. Denny Cahyo Sulistiono,
O.Carm – selaku Direktur Pendidikan, Rm. Eko Putranto, O.Carm – selaku staf
pengajar) mengadakan rapat dengan agenda utama soal tempat pembinaan di
Seminarium Marianum. Rapat ini memutuskan untuk mengajukan kepada bapak Uskup
memindahkan tempat pembinaan Seminarium Marianum ke tempat lain, dengan
disertai berbagai alasan, antara lain:
1.
Sebagai suatu
tempat pembinaan calon-calon imam, tempat di jalan Talang No. 3 Malang sudah
tidak memenuhi persyaratan;
2.
Sebagai Seminari
Tingkat Menengah, seminaris sungguh tidak diperhitungkan umat dalam pelayanan
umat karena hampir semua pelayanan umat dipercayakan kepada para Frater dari
berbagai konggergasi;
3.
Pada umumnya para
seminaris bersalah dari luar kota dan keluarga sederhana. Mereka sungguh
kewalahan hidup bersama dengan teman-teman di SMUK St. Albertus yang pada
umumnya berasal dari kota dan keluarga mampu;
4.
Adanya planning
Ordo Karmel untuk menjadikan rumah di Jalan Talang 3 menjadi pusat Ordo karmel
Indonesia;
5.
Adanya sinyal
prospek masa depan Seminarium Marianum suram dan cenderung tidak berkembang;
6.
Dan sebagainya.
Berdasarkan hasil pembicaraan dalam pertemuan para imam se-Keuskupan
Malang tanggal 20-21 Nopember 2000, hasil pertemuan dewan pastoral Keuskupan
Malang, 23 Nopember 2000 dan hasil rapat dewan Imam 11 Januari 2001, maka Bapak
Uskup Malang, Mgr. HJS. Pandoyoputro, O.Carm memutuskan dalam suratnya tanggal
16 Januari 2001 untuk memindahkan tempat pendidikan calon imam Seminarium
Marianum Keuskupan Malang dari Jln. Talang 3 Malang ke Jl. Letjen Panjaitan no.
58 Probolinggo.
Tanggal 10 Juli 2001 secara definitif, Rm. Alberto A. Djono Moi,
O.Carm selaku rector dan Rm. A. Denny Cahyo Sulistiono, O.Carm selaku Direktur
Pendidikan beserta Para Seminaris Seminarium Marianum pindah ke Probolinggo dan
menempati gedung baru seminari. Letak Seminarium Marianum Keuskupan Malang di Probolinggo
sangat strategis. Seminari ini berada di tengah kota, tepatnya di jalur pantura
(Pantai Utara).
Saat ini Seminarium Marianum sudah dilengkapi dengan gedung yang
sungguh memadai dan fasilitas-fasilitas yang baik. Semua sarana sudah memadai:
·
Doa: Kapel yang lengkap dengan sarananya,
Gua Maria, ruangan doa dan buku-buku doa.
·
Tempat belajar ; kelas KPP,
Kelas I, Kelas II, Kelas III, perpustakaan, ruangan baca dan ruangan diskusi,
ruang komputer. Selain fasilitas di Seminari, para seminaris menuntut ilmu
pengetahuan di SMUK Mater Dei Probolinggo yang lengkap dengan sarana dan
prasarananya. Sekolah ini, memang menjadi sekolah favorit di kabupaten Probolinggo.
·
Olah raga: lapangan sepak
bola, lapangan volley, lapangan basket, tenis meja, dan perlengkapan
eksplorator mundi (mendaki gunung).
·
Musik : gamelan, band,
orgel, keyboard, dll: seminari ini pun telah dilengkapi dengan ruangan
perpustakaan sekaligus ruangan baca.
·
Singkatnya,
Seminarium Marianum Keuskupan Malang ini telah memenuhi standar pendidikan
seminari yang baik sebagai tempat pembinaan calon-calon imam tingkat menengah
di Keuskupan Malang khususnya dan tempat pembinaan calon imam tingkat menengah
Gereja di Indonesia umumnya.
Daftar Para Rektor Seminarium Marianum Keuskupan malang dari tahun
1948 – sekarang;
1948-1962 : Rm. Patricius Ammerlaan, O.Carm
1962-1965 : Rm. Damianus Hendropuspito, O.Carm
1965-1967 : Rm. Patricius Ammerlaan, O.Carm
1967-1970 : Rm. Cyprianus Verbeek, O.Carm
1970-1971 : Rm. Patricius Ammerlaan, O.Carm
1971-1972 : Rm. Vincentius Suharyono, O.Carm
1972-1976 : Rm. Cyprianus Verbeek, O.Carm
1976-1979 : Rm. J.C. Djanardono Poespowardoyo, O.Carm
1979-1990 : Rm. E. Siswanto Poespowardoyo, O.Carm
1990-2000 : Rm. Paskalis Tumarno, O.Carm
2000-2006 : Rm. Alberto A. Djono Moi, O. Carm
2006-2010 : Rm. B. Winuryanto, Pr
Bunda Maria:
Pelindung Seminarium Marianum
1.
Perawan Maria
dipanggil Allah untuk menjadi Bunda Yesus (Bdk. Luk 1;16-55). Panggilan ini
datang secara tak terduga tanpa dia sendiri membayangkan sebelumnya. Soalnya Maria
itu wanita biasa, wanita dengan tugas sederhana sehari-hari, wanita desa yang
tak dikenal. Pengalaman Maria ialah pengalaman tentang kehidupan baru yang
bersemi dalam dirinya. Gadis desa dipanggil menjadi bunda Allah. Maria pasti
merasakan tugas dan kenyataan ini sebagai suatu anugerah. Anugerah ini nyata
dari kata-kata Malaikat sendiri: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan
menyertai engkau” (Luk 1:28). Maria dinyatakan sebagai orang bahagia karena
rahmat Allah. Singkatnya, pengalaman Maria yang dikukuhkan salam malaikat
adalah pengalaman tentang kehidupan baru, pengalaman kebahagiaan, pengalaman
anugerah, pengalaman datangnya masa baru keselamatan.
2.
Pada saat yang
sama Maria mengalami panggilannya ini sebagai sesuatu yang rahasia yang sulit
dipahami tuntas. Maria diminta untuk menyatakan persetujuannya, kerjasamanya.
Kerjasamanya itu dalam hal entah ia menerima untuk menjadi ibu atau tidak.
Adalah suatu yang berada di luar rencananya sebagai manusia yakni ingin hidup
sebagai perawan. Pengalaman panggilan ini membebani dan bisa juga memalukan.
Penyelesaian terhadap beban Maria datang dari Allah sendiri lewat
malaikat, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang mahatinggi akan
menaungi engkau” (Luk 1:35). Dalam jawaban fiat Maria terlihat kerjasama Maria
terhadap rencana Allah atas dirinya. Berkat keterbukaan dan penyerahan Maria,
dia menerima penyelesaian ini.
Maria dengan ini mengajar kita sebagai orang-orang terpanggil
dalam menghadapi soal dalam hidup dan panggilan. Masalah memang ada, tetapi
seperti Maria, bersikap terbuka pada bantuan Allah. Merelakan rencana sendiri
dirombak oleh Allah sendiri. Terbuka dan menyerahkan diri kepada Allah adalah
sikap tepat. Sebab “bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Luk 1:37).
3.
Tetapi harus
diakui bahwa penyelesaian semacam ini adalah penyelesaian ilahi. Dalam arti
tertentu, secara manusiawi sebagai manusia, Maria membutuhkan semacam
penyelesaian atau peneguhan yang
manusiawi. Dalam kegembiraan dan kesesakan, Maria membutuhkan agar hal
itu disharingkan. Ia membutuhkan solidaritas dari sesama lain.
Di sinilah tempat Elisabeth bagi penyelesaian manusiawi. “Dan
ketika Elisabeth mendengar Salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya
dan Elisabeth pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring
“Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”
(Luk 1:41-42).
Secara tak terduga tanpa rencana, tanpa perlu mengeluarkan
kata-kata, Maria merasa dirinya dimengerti. Dia merasa bahwa rahasia hatinya
telah diterima. Maria merasa bahwa misteri Allah yang terjadi pada dirinya
dipahami oleh orang lain, dan lebih lagi dipahami dengan kasih, perhatian,
dengan kebaikan hati, dengan percaya. Sesudah orang lain mengetahui rahasia
hatinya, Maria dapat berteriak dengan suara nyaring apa yang ada dalam hatinya.
Maria dapat mengungkapkan diri karena ada sahabat yang menerimanya.
Di sini kita melihat betapa penting dan berharga nilai
persahabatan, di mana ada tangan yang mengulur, hati yang mendengar, yang dapat
membantu orang untuk mengungkapkan apa yang terpendam dalam hatinya, entah itu
yang sedih, yang gembira, yang susah, yang senang.
4.
Belum cukup
peneguhan manusiawi, betapa pun itu penting. Dalam peristiwa hidup Maria
memberi contoh sikap doa, doa pujian dan syukur atas anugerah Allah dan
peneguhan manusiawi. Doa berangkat dari diri. “ Jiwaku memuliakan Tuhan, dan
hatiku bergembira karena Allah….” (Luk 1:46). Dengan demikian, dalam doa pun
terjadi satu peneguhan lebih lanjut, tetapi kali ini peneguhan itu datang dari
sikap melihat diri oleh diri sendiri.
Dengan demikian, Seminarium Marianum memandang
Maria sebagai perlindungnya dan tokoh inspirator dalam hal doa serta hidup
dalam meniti panggilan hidup seperti Maria, meluangkan waktu untuk berdoa
bersama di Gua Maria, kesederhanaan hidup setiap penghuni Seminarium Marianum,
keterbukaan dan kejujuran, bersikap terbuka pada bantuan Allah, saling
meneguhkan satu sama lain melalui correction
fraternal, memupuk solidaritas dengan sesama, memandang sesama sebagai
saudara dan sahabat, dipahami dan memahami, menggiatkan Legio Maria di Seminarium
Marianum.
Tujuan Dididirikannya
Seminarum Marianum
1.
Ditinjau dari
sejarahnya, Seminarium Marianum pertama-tama didirikan untuk menanggapi
permintaan kaum muda Katolik lulusan sekolah lanjutan pertama yang merasa
terpanggil untuk belajar dan mempersiapkan diri menjadi imam.
2.
Kaum Muda yang
merasa terpanggil dididik di Seminarium Marianum dalam rangka dan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan akan imam-imam yang akan berkarya mengembangkan Gereja
di Indonesia pada umumnya dan Keuskupan Malang pada khususnya.
3.
Dengan garis di
atas menjadi jelas bahwa Seminarium Marianum diselenggarakan terutama untuk
mendidik seminaris menjadi imam yang akan berkarya membangun Gereja setempat.
Khususnya Keuskupan Malang dan Ordo Karmel Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar