Kamis, 12 Januari 2012

Sekilas Sejarah Seminari Marianum



Seminarium Marianum Keuskupan Malang merupakan wadah pendidikan calon imam tingkat menengah di Keuskupan Malang. Ada beberapa tahap sejarah pertumbuhan dan perkembangan Seminarium Marianum ini, yakni:

Tahap I :
Didirikan pada tanggal 8 Oktober 1948 oleh Mgr. Albers, O.Carm dengan 8 siswa. Tempat tinggal di rumah sewaan Jalan Sugiopranoto No. 6 Malang (sebelah gedung KSB Kayutangan Malang). Rektor pertama adalah Rm. Patricius Ammerlan. O.Carm.

Tahap II
Jumlah siswa terus bertambah. Karena itu Seminari ini pindah ke Jalan Argopuro No. 14 Lawang (sekarang rumah retret Shanti Lawang), pada tanggal 14 Juli 1951. Tempat baru ini, walaupun telah ditambah dengan bangunan baru untuk para Romo pengajar, kenyataannya masih kurang sesuai, kurang luas dan kurang memenuhi syarat. Usaha terus dilancarkan, agar Seminari Menengah ini sungguh memenuhi harapan. Uluran tangan dari Propaganda Fide berupa bantuan uang akhirnya disalurkan untuk mewujudkan sebuah bangunan baru. Tercatat dalam sejarah Keuskupan Malang, tanggal 21 Oktober 1960 Gedung Seminarium Marianum yang luas dan indah mulai berdiri di jalan Sumberwuni dengan halaman yang luas pula. Mgr. A.E.J. Albers, O.Carm berkenan memberkatinya pada tanggal 24 Mei 1961.

Tahap III
Ternyata masih ada kesulitan yang tidak mudah diatasi, yakni terbatasnya tenaga pendidik yang dapat mengajar di jalan Sumberwuni Lawang. Untuk mengatasinya Seminari ini harus pindah lagi ke Malang. Pada bulan Desember 1972, para seminaris harus tinggal sementara selama 2 tahun di SPG Frateran Celaket Malang. Gedung Seminari di Jalan Sumberwuni terpaksa ditinggalkan.

Pada bulan Desember 1972 Seminarium Marianum menempati asrama di Jalan Talang 3 Malang. Alasan perpindahan ini ialah munculnya pandangan-pandangan baru mengenai pendidikan calon imam dan tersedianya tenaga pendidikan di SMUK St. Albertus yang dapat membantu mengajar para seminaris. Atas dasar alasan itulah, maka mulai tanggal 1 Januari 1973, Gedung di jalan Talang 3 Malang dipinjamkan oleh Ordo Karmel kepada Keuskupan Malang untuk pembinaan calon imam.

Di Jalan Talang 3 Malang inilah para seminaris dididik, dibina dan diasuh untuk menjadi calon imam yang tangguh dan siap menjadi gembala umat. Para seminaris mendapat pendidikan di SMUK St. Albertus Malang (Dempo), dan belajar bergaul secara sehat dan wajar dengan siswa-siswi lainnya.
Selama berada di jalan Talang no. 3 Malang ini, Seminarium Marianum sempat dipimpin oleh Rm. Cyprianus Verbeek, O.Carm (1973-1976), Rm. J.C. Djanardono Poespowardoyo, O.Carm (1976-1979), Rm. E. Siswanto, O.Carm (1979-1990), Rm. Paschalis Tumarno, (1990-2000). Rm. Alberto A. Djono Moi, O.Carm (2000-2006), Rm. B. Winuryanto Pr – Sekarang .

Tahap IV :
Tanggal 1 November 2000 Staf Pembina Seminarium Marianum (Rm. Alberto A. Djono Moi, O.Carm selaku rector, Rm. A. Denny Cahyo Sulistiono, O.Carm – selaku Direktur Pendidikan, Rm. Eko Putranto, O.Carm – selaku staf pengajar) mengadakan rapat dengan agenda utama soal tempat pembinaan di Seminarium Marianum. Rapat ini memutuskan untuk mengajukan kepada bapak Uskup memindahkan tempat pembinaan Seminarium Marianum ke tempat lain, dengan disertai berbagai alasan, antara lain:
1.      Sebagai suatu tempat pembinaan calon-calon imam, tempat di jalan Talang No. 3 Malang sudah tidak memenuhi persyaratan;
2.      Sebagai Seminari Tingkat Menengah, seminaris sungguh tidak diperhitungkan umat dalam pelayanan umat karena hampir semua pelayanan umat dipercayakan kepada para Frater dari berbagai konggergasi;
3.      Pada umumnya para seminaris bersalah dari luar kota dan keluarga sederhana. Mereka sungguh kewalahan hidup bersama dengan teman-teman di SMUK St. Albertus yang pada umumnya berasal dari kota dan keluarga mampu;
4.      Adanya planning Ordo Karmel untuk menjadikan rumah di Jalan Talang 3 menjadi pusat Ordo karmel Indonesia;
5.      Adanya sinyal prospek masa depan Seminarium Marianum suram dan cenderung tidak berkembang;
6.      Dan sebagainya.

Berdasarkan hasil pembicaraan dalam pertemuan para imam se-Keuskupan Malang tanggal 20-21 Nopember 2000, hasil pertemuan dewan pastoral Keuskupan Malang, 23 Nopember 2000 dan hasil rapat dewan Imam 11 Januari 2001, maka Bapak Uskup Malang, Mgr. HJS. Pandoyoputro, O.Carm memutuskan dalam suratnya tanggal 16 Januari 2001 untuk memindahkan tempat pendidikan calon imam Seminarium Marianum Keuskupan Malang dari Jln. Talang 3 Malang ke Jl. Letjen Panjaitan no. 58 Probolinggo.
Tanggal 10 Juli 2001 secara definitif, Rm. Alberto A. Djono Moi, O.Carm selaku rector dan Rm. A. Denny Cahyo Sulistiono, O.Carm selaku Direktur Pendidikan beserta Para Seminaris Seminarium Marianum pindah ke Probolinggo dan menempati gedung baru seminari. Letak Seminarium Marianum Keuskupan Malang di Probolinggo sangat strategis. Seminari ini berada di tengah kota, tepatnya di jalur pantura (Pantai Utara).
Saat ini Seminarium Marianum sudah dilengkapi dengan gedung yang sungguh memadai dan fasilitas-fasilitas yang baik. Semua sarana sudah memadai:
·         Doa: Kapel yang lengkap dengan sarananya, Gua Maria, ruangan doa dan buku-buku doa.
·         Tempat belajar ; kelas KPP, Kelas I, Kelas II, Kelas III, perpustakaan, ruangan baca dan ruangan diskusi, ruang komputer. Selain fasilitas di Seminari, para seminaris menuntut ilmu pengetahuan di SMUK Mater Dei Probolinggo yang lengkap dengan sarana dan prasarananya. Sekolah ini, memang menjadi sekolah favorit di kabupaten Probolinggo.
·         Olah raga: lapangan sepak bola, lapangan volley, lapangan basket, tenis meja, dan perlengkapan eksplorator mundi (mendaki gunung).
·         Musik : gamelan, band, orgel, keyboard, dll: seminari ini pun telah dilengkapi dengan ruangan perpustakaan sekaligus ruangan baca.
·         Singkatnya, Seminarium Marianum Keuskupan Malang ini telah memenuhi standar pendidikan seminari yang baik sebagai tempat pembinaan calon-calon imam tingkat menengah di Keuskupan Malang khususnya dan tempat pembinaan calon imam tingkat menengah Gereja di Indonesia umumnya.

Daftar Para Rektor Seminarium Marianum Keuskupan malang dari tahun 1948 – sekarang;
1948-1962 : Rm. Patricius Ammerlaan, O.Carm
1962-1965 : Rm. Damianus Hendropuspito, O.Carm
1965-1967 : Rm. Patricius Ammerlaan, O.Carm
1967-1970 : Rm. Cyprianus Verbeek, O.Carm
1970-1971 : Rm. Patricius Ammerlaan, O.Carm
1971-1972 : Rm. Vincentius Suharyono, O.Carm
1972-1976 : Rm. Cyprianus Verbeek, O.Carm
1976-1979 : Rm. J.C. Djanardono Poespowardoyo, O.Carm
1979-1990 : Rm. E. Siswanto Poespowardoyo, O.Carm
1990-2000 : Rm. Paskalis Tumarno, O.Carm
2000-2006 : Rm. Alberto A. Djono Moi, O. Carm
2006-2010 : Rm. B. Winuryanto, Pr

Bunda Maria: Pelindung Seminarium Marianum
1.      Perawan Maria dipanggil Allah untuk menjadi Bunda Yesus (Bdk. Luk 1;16-55). Panggilan ini datang secara tak terduga tanpa dia sendiri membayangkan sebelumnya. Soalnya Maria itu wanita biasa, wanita dengan tugas sederhana sehari-hari, wanita desa yang tak dikenal. Pengalaman Maria ialah pengalaman tentang kehidupan baru yang bersemi dalam dirinya. Gadis desa dipanggil menjadi bunda Allah. Maria pasti merasakan tugas dan kenyataan ini sebagai suatu anugerah. Anugerah ini nyata dari kata-kata Malaikat sendiri: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (Luk 1:28). Maria dinyatakan sebagai orang bahagia karena rahmat Allah. Singkatnya, pengalaman Maria yang dikukuhkan salam malaikat adalah pengalaman tentang kehidupan baru, pengalaman kebahagiaan, pengalaman anugerah, pengalaman datangnya masa baru keselamatan.
2.      Pada saat yang sama Maria mengalami panggilannya ini sebagai sesuatu yang rahasia yang sulit dipahami tuntas. Maria diminta untuk menyatakan persetujuannya, kerjasamanya. Kerjasamanya itu dalam hal entah ia menerima untuk menjadi ibu atau tidak. Adalah suatu yang berada di luar rencananya sebagai manusia yakni ingin hidup sebagai perawan. Pengalaman panggilan ini membebani dan bisa juga memalukan.
Penyelesaian terhadap beban Maria datang dari Allah sendiri lewat malaikat, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang mahatinggi akan menaungi engkau” (Luk 1:35). Dalam jawaban fiat Maria terlihat kerjasama Maria terhadap rencana Allah atas dirinya. Berkat keterbukaan dan penyerahan Maria, dia menerima penyelesaian ini.
Maria dengan ini mengajar kita sebagai orang-orang terpanggil dalam menghadapi soal dalam hidup dan panggilan. Masalah memang ada, tetapi seperti Maria, bersikap terbuka pada bantuan Allah. Merelakan rencana sendiri dirombak oleh Allah sendiri. Terbuka dan menyerahkan diri kepada Allah adalah sikap tepat. Sebab “bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Luk 1:37).
3.      Tetapi harus diakui bahwa penyelesaian semacam ini adalah penyelesaian ilahi. Dalam arti tertentu, secara manusiawi sebagai manusia, Maria membutuhkan semacam penyelesaian atau peneguhan yang  manusiawi. Dalam kegembiraan dan kesesakan, Maria membutuhkan agar hal itu disharingkan. Ia membutuhkan solidaritas dari sesama lain.
Di sinilah tempat Elisabeth bagi penyelesaian manusiawi. “Dan ketika Elisabeth mendengar Salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabeth pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (Luk 1:41-42).
Secara tak terduga tanpa rencana, tanpa perlu mengeluarkan kata-kata, Maria merasa dirinya dimengerti. Dia merasa bahwa rahasia hatinya telah diterima. Maria merasa bahwa misteri Allah yang terjadi pada dirinya dipahami oleh orang lain, dan lebih lagi dipahami dengan kasih, perhatian, dengan kebaikan hati, dengan percaya. Sesudah orang lain mengetahui rahasia hatinya, Maria dapat berteriak dengan suara nyaring apa yang ada dalam hatinya. Maria dapat mengungkapkan diri karena ada sahabat yang menerimanya.
Di sini kita melihat betapa penting dan berharga nilai persahabatan, di mana ada tangan yang mengulur, hati yang mendengar, yang dapat membantu orang untuk mengungkapkan apa yang terpendam dalam hatinya, entah itu yang sedih, yang gembira, yang susah, yang senang.
4.      Belum cukup peneguhan manusiawi, betapa pun itu penting. Dalam peristiwa hidup Maria memberi contoh sikap doa, doa pujian dan syukur atas anugerah Allah dan peneguhan manusiawi. Doa berangkat dari diri. “ Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah….” (Luk 1:46). Dengan demikian, dalam doa pun terjadi satu peneguhan lebih lanjut, tetapi kali ini peneguhan itu datang dari sikap melihat diri oleh diri sendiri.

Dengan demikian, Seminarium Marianum   memandang Maria sebagai perlindungnya dan tokoh inspirator dalam hal doa serta hidup dalam meniti panggilan hidup seperti Maria, meluangkan waktu untuk berdoa bersama di Gua Maria, kesederhanaan hidup setiap penghuni Seminarium Marianum, keterbukaan dan kejujuran, bersikap terbuka pada bantuan Allah, saling meneguhkan satu sama lain melalui correction fraternal, memupuk solidaritas dengan sesama, memandang sesama sebagai saudara dan sahabat, dipahami dan memahami, menggiatkan Legio Maria di Seminarium Marianum.

Tujuan Dididirikannya Seminarum Marianum

1.      Ditinjau dari sejarahnya, Seminarium Marianum pertama-tama didirikan untuk menanggapi permintaan kaum muda Katolik lulusan sekolah lanjutan pertama yang merasa terpanggil untuk belajar dan mempersiapkan diri menjadi imam.
2.      Kaum Muda yang merasa terpanggil dididik di Seminarium Marianum dalam rangka dan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan akan imam-imam yang akan berkarya mengembangkan Gereja di Indonesia pada umumnya dan Keuskupan Malang pada khususnya.
3.      Dengan garis di atas menjadi jelas bahwa Seminarium Marianum diselenggarakan terutama untuk mendidik seminaris menjadi imam yang akan berkarya membangun Gereja setempat. Khususnya Keuskupan Malang dan Ordo Karmel Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar